Senin, 01 Februari 2016

Pengantar Kepanduan Hizbul Wathan



Pengantar Kepanduan Hizbul Wathan



1.    Pendahuluan
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan Gerakan Islam dan Da’wah Amar Ma’ruf nahi Munkar, beraqidah Islam, bersumber pada Al Qur’an dan As Sunnah, bertujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, bergerak dalam segala bidang kehidupan, antara lain bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial ekonomi.
 Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan sebagai organisasi otonom, memiliki tugas mengemban visi dan misi Muhammadiyah dalam pendidikan anak, remaja dan pemuda, sehingga mereka menjadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.
Sebagai suatu gerakan, setiap anggota Hizbul Wathan berarti memiliki tugas dan tanggungjawab untuk ikut serta secara aktif mengamalkan dan menyebar-luaskan maksud dan tujuan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
Hizbul Wathan sendiri memiliki arti Pembela Tanah Air. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota memiliki jiwa dan semangat nasionalisme yang tinggi, sehingga sanggup untuk membela dan mempertahankan tanah air Indonesia dari segala hal yang dapat mengancam keutuhan dan kedaulatannya.

2.    Sejarah Singkat Berdirinya Kepanduan HW
a.    Sejarah Singkat Kepanduan Dunia.
Gerakan ini dimulai pada tahun 1907 ketika Robert Baden-Powell, seorang letnan jendral angkatan bersenjata Britania raya, dan William Alexander Smith, pendiri Boy’s Brigade, mengadakan perkemahan kepanduan pertama (dikenal sebagai jamboree) di Kepulauan Brownsea, Inggris.
Ide untuk mengadakan gerakan tersebut muncul ketika Baden-Powell dan pasukannya berjuang mempertahankan kota Mafeking, Afrika Selatan, dari serangan tentara Boer. Ketika itu, pasukannya kalah besar dibandingkan tentara Boer. Untuk mengakalinya, sekelompok pemuda dibentuk dan dilatih untuk menjadi tentara sukarela. Tugas utama mereka adalah membantu militer mempertahankan kota.
Mereka mendapatkan tugas-tugas yang ringan tapi penting; misalnya mengantarkan pesan yang diberikan Baden-Powell ke seluruh anggota militer di kota tersebut. Pekerjaan itu dapat mereka selesaikan dengan baik sehingga pasukan Baden-Powell dapat mempertahankan kota Mafeking selama beberapa bulan. Sebagai penghargaan atas keberhasilan yang mereka dapatkan, setiap anggota tentara sukarela tersebut diberi sebuah lencana. Gambar dari lencana ini kemudian digunakan sebagai logo dari Gerakan Pandu Internasional.
Keberhasilan Baden-Powell mempertahankan kota Mafeking membuatnya dianggap menjadi pahlawan. Dia kemudian menulis sebuah buku yang berjudul Aids to Scouting (ditulis tahun 1899), dan menjadi buku terlaris saat itu.
Pada tahun 1906, Ernest Thompson Seton mengirimkan Baden-Powell sebuah buku karyanya yang berjudul The Birchbark Roll of the Woodcraft Indians. Seton, seorang keturunan Inggris-Kanada yang tinggal di Amerika Serikat, sering mengadakan pertemuan dengan Baden-Powell dan menyusun rencana tentang suatu gerakan pemuda.
Pertemuannya dengan Seton tersebut mendorongnya untuk menulis kembali bukunya, Aids to Scouting, dengan versi baru yang diberi judul Boy’s Patrols. Buku tersebut dimaksudkan sebagai buku petunjuk kepanduan bagi para pemuda ketika itu. Kemudian, untuk menguji ide-idenya, dia mengadakan sebuah perkemahan untuk 21 pemuda dari berbagai lapisan masyarakat selama seminggu penuh, dimulai pada tanggal 1 Agustus, di kepulauan Brownsea, Inggris. Metode organisasinya (sekarang dikenal dengan sistem patroli atau patrol system dalam bahasa Inggris) menjadi kunci dari pelatihan kepanduan yang dilakukannya. Sistem ini mengharuskan para pemuda untuk membentuk beberapa kelompok kecil, kemudian menunjuk salah satu di antara mereka untuk menjadi ketua kelompok tersebut.
Setelah bukunya diterbitkan dan perkemahan yang dilakukannya berjalan dengan sukses, Baden-Powell pergi untuk sebuah tur yang direncanakan oleh Arthur Pearson untuk mempromosikan pemikirannya ke seluruh Inggris. Dari pemikirannya tersebut, dibuatlah sebuah buku berjudul Scouting for Boys, yang saat ini dikenal sebagai buku panduan kepanduan (Boy Scout Handbook) edisi pertama.
Saat itu Baden-Powell mengharapkan bukunya dapat memberikan ide baru untuk beberapa oraganisasi pemuda yang telah ada. Tapi yang terjadi, beberapa pemuda malah membentuk sebuah organisasi baru dan meminta Baden-Powell menjadi pembimbing mereka. Ia pun setuju dan mulai mendorong mereka untuk belajar dan berlatih serta mengembangkan organisasi yang mereka dirikan tersebut.
Seiring dengan bertambahnya jumlah anggota, Baden-Powell semakin kesulitan membimbing mereka, ia membutuhkan asisten untuk membantunya. Oleh karena itu, ia merencanakan untuk membentuk sebuah Pusat Pelatihan Kepemimpinan bagi Orang Dewasa (Adult Leadership Training Center). Pada tahun 1919, sebuah taman di dekat London dibeli sebagai lokasi pelatihan tersebut. Ia pun menulis buku baru yang berjudul Aids to Scoutmastership dan beberapa buku lainnya yang kemudian ia kumpulkan dan disatukan dalam buku berjudul Rovering to Success for Rover Scouts pada tahun 1922.
Sekalipun Gerakan Kepanduan didirikan Baden-Powell, tetapi ia banyak terinspirasi Frederick Russell Burnham, orang Amerika yang membantu Inggris di Afsel. Burnham banyak belajar tehnik hidup di alam bebas dari ayahnya yang menjadi pastor di tempat penampungan (reservasi) orang Indian. Burnham yang sukses menghadapi beberapa perang pemberontakan Indian, lalu pergi ke Afsel & berkenalan dengan Baden-Powell di Perang Boer. Dari Burnham lah Baden-Powell menyusun berbagai ketrampilan-ketrampilan dasar yang diperlukan seorang Boy Scout (Pandu). Terinspirasi orang Indian, selanjutnya di Gerakan Kepanduan, Burnham diangkat sebagai “Kepala Suku” pertama dari gerakan yang didirikan Baden-Powell yaitu Scout is Game.
Perkembangan Gerakan Kepanduan
Tak lama setelah buku Scouting For Boys diterbitkan, Pandu mulai dikenal di seluruh Inggris dan Irlandia. Gerakannya sendiri, secara perlahan tapi pasti, mulai dicoba dan diterapkan diseluruh wilayah kerajaan Inggris dan koloninya.
Unit kepanduan di luar wilayah kerajaan Inggris yang pertama diakui keberadaannya, dibentuk di Gilbraltar pada tahun 1908, yang kemudian diikuti oleh pembentukan unit lainnya di Malta. Kanada ialah koloni Inggris pertama yang mendapat izin dari kerajaan Inggris untuk mendirikan gerakan kepanduan, diikuti oleh Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan. Chili ialah negara pertama diluar Inggris dan koloninya yang membentuk gerakan kepanduan.
Parade Pandu pertama diadakan di Crystal Palace, London pada tahun 1910. Parade tersebut menarik minat para remaja di Inggris. Tidak kurang dari 10.000 remaja putra dan putri tertarik untuk bergabung dalam kegiatan kepanduan. Pada 1910 Argentina, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, India, Meksiko, Belanda, Norwegia, Russia, Singapura, Swedia, dan Amerika Serikat tercatat telah memiliki organisasi kepanduan.
Semenjak didirikan, Gerakan Pandu yang memfokuskan program pada remaja usia 11-18 tahun telah mendapat respon yang menggembirakan, anggota bertambah dengan cepat. Kebutuhan program pun dengan sendirinya bertambah. Untuk memenuhi keinginan dan ketertarikan para generasi muda pada saat itu, gerakan pandu menambah empat program dalam organisasinya untuk melebarkan lingkup keanggotaan gerakan pandu. Keempat prpogram tersebut meliputi : Pendidikan Generasi Muda Usia Dini, Usia Remaja, Pendidikan Kepanduan Putri, dan Pendidikan Kepemimpinan Bagi Pembina.
Program untuk golongan Siaga, unit Satuan Karya, dan Penegak maupun Pandega mulai disusun pada akhir tahun 1910 di beberapa negara. Terkadang, kegiatan tersebut hanya berawal di tingkat lokal/ ranting yang dikelola dalam skala kecil, baru kemudian diakui dan diadopsi oleh kwartir nasional. Kasus serupa terjadi pada pendirian golongan siaga di Amerika Serikat, yang program golongan siaganya telah dimulai sejak 1911 di tingkat ranting namun belum mendapatkan pengakuan hingga 1930.
Sejak awal didirikannya gerakan kepanduan, para remaja putri telah mengisyaratkan besarnya minat mereka untuk bergabung. Untuk mengakomodasi minat tersebut, Agnes Baden Powell (adik dari bapak kepanduan sedunia, Robert Baden Powell), pada tahun 1910 ditunjuk menjadi presiden organisasi kepanduan putri pertama di dunia. Agnes pada awalnya menamakan organisasi tersebut Rosebud, yang kemudian berganti menjadi Brownies (Girl Guide) pada 1914. Agnes mundur dari kursi presiden pada tahun 1917 dan digantikan oleh Olive Baden Powell (istri dari Lord Baden-Powell).
Agnes tetap menjabat sebagai wakil presiden hingga ia meninggal pada usia 86 tahun. Pada waktu tersebut, kepanduan putri telah diposisikan sebagai unit terpisah dari kepanduan pria, hal tersebut dilakukan menimbang norma sosial yang berlaku saat tersebut. Pada era 90-an, banyak organisasi kepanduan di dunia yang saling bekerjasama antara unit putra dan putri untuk memberikan pendidikan kepanduan.
Program awal bagi pendidikan pembina diadakan di London pada tahun 1910, dan di Yorkshire pada tahun 1911. Namun, Baden Powell menginginkan pendidikan tersebut dapat dipraktekkan semaksimal mungkin. Hal tersebut berarti bahwa dalam setiap pendidikan diperlukan praktek lapangan semisal berkemah. Hal ini membimbing pembentukan kursus Woodbadge. Akibat Perang Dunia I, pendidikan woodbadge bagi para pembina tertunda hingga tahun 1919.
Pada tahun tersebut, diadakan kursus woodbadge pertama di Gilwell Park. Pada saat ini, pendidikan bagi pembina telah beragam dan memiliki cakupan yang luas. Beberapa pendidikan yang cukup terkenal bagi pembina, seperti Pendidikan dasar, Pendidikan spesifik golongan, hingga kursus Woodbadge.
b.    Sejarah Singkat Kepanduan Indonesia
1)    Masa Hindia Belanda
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mempunyai “saham” besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta ada dan berkembangnya pendidikan kepanduan nasional Indonesia. Dalam perkembangan pendidikan kepanduan itu tampak adanya dorongan dan semangat untuk bersatu, namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang Bhinneka.
Organisasi kepanduan di Indonesia dimulai oleh adanya cabang “Nederlandsche Padvinders Organisatie” (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat pecahnya Perang Dunia I memiliki kwartir besar sendiri serta kemudian berganti nama menjadi “Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging” (NIPV) pada tahun 1916.
Organisasi Kepanduan yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah Javaansche Padvinders Organisatie; berdiri atas prakarsa S.P. Mangkunegara VII pada tahun 1916.
Kenyataan bahwa kepanduan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti tersebut di atas dapat diperhatikan pada adanya “Padvinder Muhammadiyah” yang pada 1920 berganti nama menjadi “Hizbul Wathan” (HW); “Nationale Padvinderij” yang didirikan oleh Budi Utomo; Syarikat Islam mendirikan “Syarikat Islam Afdeling Padvinderij” yang kemudian diganti menjadi “Syarikat Islam Afdeling Pandu” dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale Islamietische Padvinderij (NATIPIJ) didirikan oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat bersatu bagi organisasi kepanduan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan terbentuknya PAPI yaitu “Persaudaraan Antara Pandu Indonesia” merupakan federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada tanggal 23 Mei 1928.
Federasi ini tidak dapat bertahan lama, karena niat adanya fusi, akibatnya pada 1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis oleh tokoh dari Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij); PK-Pandu Kebangsaan). Berkas:KBI.jpg
PAPI kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada bulan April 1938.
Antara tahun 1928-1935 bermuncullah gerakan kepanduan Indonesia baik yang bernafas utama kebangsaan maupun bernafas agama. kepanduan yang bernafas kebangsaan dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernafas agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathon, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas Katholik Indonesia (KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia BPPKI merencanakan “All Indonesian Jamboree”. Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan “Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem” disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
2)    Masa Bala Tentara Dai Nippon
“Dai Nippon” ! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut Jepang pada waktu itu. Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat Indonesia, termasuk gerakan kepanduan, dilarang berdiri. Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepanduan tetap menyala di dada para anggotanya.Karena Pandu merupakan suatu organisai yang menjungjung tinggi nilai persatuan.Oleh karena itulah bangsa jepang tidak mengijinkan Pandu tetap lahir di bumi pertiwi. 
3)    Masa Republik Indonesia
Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh kepanduan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan pembentukan satu wadah organisasi kepanduan untuk seluruh bangsa Indonesia dan segera mengadakan Konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia.
Kongres yang dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan “Janji Ikatan Sakti”, lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Tahun-tahun sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu, sebagai patriot yang membuktikan cintanya pada negara, tanah air dan bangsanya. Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri,. Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa perjuangan bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi para anggota pergerakan kepanduan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada tanggal 20-22 Januari 1950.
Kongres ini antara lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya masing-masing dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia dengan keputusan Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah kepanduan di Indonesia, jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir sudah.
Mungkin agak aneh juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No. 2334/Kab. itu keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepanduan menga-dakan konfersensi di Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.
Pada 1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepanduan sedunia
Ipindo merupakan federasi bagi organisasi kepanduan putera, sedangkan bagi organisasi puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia) dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam perjalanan ke Australia.
Dalam peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20 Agustus 1955, Jakarta.
Ipindo sebagai wadah pelaksana kegiatan kepanduan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepanduan. Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957.
Seminar Tugu ini meng-hasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap gerakan kepanduan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-panduan yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan Novem-ber 1958, Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengan topik “Penasionalan Kepanduan”.
Kalau Jambore untuk putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina 
c.    Sejarah Singkat Kepanduan HW 
Pada suatu hari dipanggillah Somodirjo (mantra guru Soronatan) dan Sjarbini ( (pembantu guru dari sekolah Muhammadiyah Bausasran. Oleh KH Ahmad Dahlan. Sewaktu KH Ahmad Dahlan bertabligh di Solo beliau melihat segerombalan anak muda berlatih berbaris di alun-alun dengan berpakaian seragam. Kemudian beliau bertanya pada salah seseorang ini latihan apa, maka salah satunya menjawab latihan Padvinder Mangkunegaran (JPO) atau kalau saat ini kita kenal kepanduan. Dari rasa heran itulah KH Ahmad Dahlan berkata kepada kedua guru tersebut “Alangkah baiknya kalau anak-anak keluarga Muhammadiyah juga dididik semacam itu untuk menjalani menghamba Allah (meningkatkan Ibadah.
Sejak saat itu mulai ahad sore di sekitar kauman dilaksanakan kegiatan berbaris yang mulanya hanya diikuti oleh guru-guru Muhammadiyah. Tetapi lama kelamaan anak-anak kecil dan pemuda yang melihat jadi ingin ikut berlatih berbaris. Kemudian setelah latihan berbaris mereka berlatih juga penolong kecelakaan (PPPK) dan tidak lupa pula pengajian tiap hari Selasa bagi golongan yang sudah tua.
Kemudian pada tahun 1918 gerakan tadi dikumpulkan menjadi satu nama yaitu Padvindery Muhammadiyah (nama pandu Muhammadiyah sebelum Pandu HW). Dan dibentuklah kepengurusan yang pertama kali yaitu pengurusnya :
Ketua             :    H, Muchtar
Wakil Ketua    :    H Hadjid
Sekretaris       :    Somodirdjo
Keuangan       :    Abd Hamid
Organisasi      :    Siradj Dahlan
Komando        :    Sjarbini
                           Damiri
Seragam pertama kali yang digunakan untuk baju dril kuning selana dril biru sedangan setangan leher saat itu warna yang sangat mudah didapatkan adalah warna merah, maka dibelinya katju warna merah berbintik-bintik (kacu kedelei kecer).
 Kemudian untuk mengembangkan pengetahuan para pengurus berencana pergi ke JPO solo di Mangkunegaran. Dan sesampai di Solo pengurus Padvindery Muhammadiyah disambut dengan luar biasa, bahkan berbagai macam atraksi kepanduan diperagakan.
Setelah pergolakan PD I (1920) semua kepanduan di Indonesia mengalami perubahan nama, dan tidak lagi menggunakan istilah padvindery maka Padvindery Muhammadiyah berubah nama Kepanduan Hizbul Wathan atau disingkat HW yang bermakna pembela tanah air. Pergantian nama ini atas prakarsa  Bp. H Hadjid
HW Berkembang begitu pesat dari JoGjakarta merambah ke kota-kota sekelilingi, bahkan dalam waktu singkat HW menjadi buah bibir masyarakat, karena kedisplinannya, dan seragamnya yang unik.
Pada tanggal 3 April 1926 diselenggarakan Konperensi Kepanduan di Jogjakarta yang dipimpin oleg G.J. Ranneft. Tujuannya adalah mempersatukan semuanya kepanduan di Indonesia dengan konsep NIPV (Nederland Indische Padvindery Vereneging )/Organisasi Kepanduan Hindia Belanda. Tetapi para tokoh-tokoh pandu menolah, kemudian mereka membentuk federasi kepanduan yang bernama SIAP.Mengetahui keberadaan SIAP yang membahayakan pemerintah Hindia Belanda maka belanda melarang menggunakan Istilah Padvindery. Kemudian pada Konggres SIAP di Banyumas Haji Agus Salim mengusulkan menggantikan istilah Padvindery dengan istilah Pandu.
Namun pada tahun 6 februari 1943 M. bersama dengan organisasi kepanduan lainnya, Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dibubarkan oleh pemerintah penjajahan Jepang sebagai gantinya diganti dengan seinendan.
Pada jaman bergelokanya revolusi, September 1945 di Balai Mataram September 1945 Jogjakarta diadakan rembuk untuk membangkitkan kembali kepanduan di Indonesia.Maka tanggal 27-29 September Kesatuan Kepanduan Indonesia  (nama kepanduan sementara) mengadakan konggres di Solo dan menghasilkan nama Pandu Rakyat Indonesia. Kemudian pada tanggal 20-22 Januari 1950 Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Konggres yang kedua dan memutuskan :
1)    Menerima konsep baru
2)    Golongan khusus menghidupkan kembali kepanduannya
3)    Menuju pengakuan internasional.
Maka pada tanggal 29 Januari 1950 Kepanduan HW dibangkitkan kembali yang kemudian disusul oleh SIAP, AL Wathoni, Pandu Islam, Pandu Anshor, Hizbul Islam, Al IRSYADM , Al Wasliyah dll. Kemudian tanggal 9 maret 1961 kepanduan yang tergabung dalam Perkindo meleburkan diri ke Gerakan Pandu.

d.    Dasar Peleburan
1)    Pidato PJM Presiden tanggal 9 Maret 1961
2)    Surat PERKINDO no 071/DKN/III/61 tanggal 9 Maret 1961
3)    Maklumat PP Muhammadiyah no 302/IV-A/61 perintah peleburan
4)    Pengumuman PP Muhammadiyah Majlis HW no 10/HM/61 tanggal 1 April 1961
5)    Kep Pres RI no 121 tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pandu
6)    Surat PEPERTI no 0605/Peperti 1961 tanggal 11 April 1961
7)    Surat PPGP no 8 PPGP tanggal 27 Mai 1961
8)    Surat dari Majlis HW tanggal 8 Juni 1961
e.    Latar belakang bangkitnya HW
·      Muktamar Muhammadiyah 1980 di Surabaya, 1985 di Solo, 1990 di Jogjakarta, 1995 di Aceh.
·      1994, mantan Pandu HW dan NA ta’ziyah kepada Bp Sumitro, tercetus ide Reuni HW
·      1996 terlaksana Reuni Nasional pada bulan Juni merancang kebangkitan HW
·      23 Februari 1998 diputuskan kebangkitan HW pada tanggal 18 November 1998
·      Karena ada huru-hara, maka mundur satu tahun
Pada tanggal 29 Januari 1950 M. Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan bangkit kembali dengan berbagai perubahan. Namun berdasarkan surat keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 238/61 tanggal 9 meret 1961 M. bersama dengan organisasi kepanduan lainnya, Gerkan Kepanduan Hizbul Wathan dilebur menjadi Pandu, sebagai satu-satunya organisasi kepanduan di Indonesia.
 Dan pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H. bertepatan dengan tanggal 18 November 1999 M. oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan dibangkitkan kembali untuk kedua kalinya, dengan surat keputusan nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 dan dipertegas dengan surat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 10/Kep/I.O/B/2003.
f.      Asas, Maksud dan Tujuan
Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan berasaskan Islam. Sedangkan maksud dan tujuannya adalah menyiapkan dan membina anak, remaja, dann pemuda menjadi manumur muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.
g.    Metode Pendidikan
Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan di luar keluarga dan sekolah untuk anak, remaja dan pemuda. Dilakukan di alam terbuka dengan metode yang menarik, menyenangkan dan menantang, dalam rangka membentuk warga negara yang berguna dan mandiri.
Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan adalah Kepanduan Islami, artinya dalam upaya menanamkan aqidah Islamiyah dan membentuk akhlaq mulia kepada peserta didik dilakukan dengan metode kepanduan.
Ciri khas Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan ada dalam prinsip dasar dan metode pendidikannya , yaitu:
Pengamalan aqidah Islamiyah.
Pembentukan dan pembinaan akhlaq mulia menurut ajaran Islam.
Pengamalan kode kehormatan pandu.
Pemberdayaan anak didik lewat sistem beregu.
Kegiatan dilakukan di alam terbuka.
Pendidikan dengan metode yang menarik, menyenangkan, dan menantang.
Penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda kecakapan.
Sistem satuan dan kegiatan terpisah antara pandu putera dan pandu puteri.
Tidak terkait dan berorientasi pada partai politik atau golongan tertentu.
h.    Usaha
Dalam mencapai maksud dan tujuan yang telah diterangkan di atas, Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan berusaha :
1)    Mengembangkan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan di seluruh Indonesia.
2)    Mengadakan pendidikan dan pelatihan kepanduan bagi anak, remaja, dan pemuda muslim.
3)    Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk para pelatih, pimpinan, dan pemimpin anak didik.
4)    Menyelenggarakan pendidikan kepanduan Islami.
5)    Mengadakan kerjasama kelembagaan di dalam dan di luar negeri.
6)    Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
i.      Keanggotaan dan Keorgansisasian
Anggota Kepanduan Hizbul Wathan adalah warga negara Republik Indonesia, beragama Islam, yang terdiri dari :
1)    Anggota Biasa adalah peserta didik putera dan puteri yang dikelompokkan menjadi:
a.    Athfal : berumur 6 sampai 10 tahun
b.    Pengenal : berumur 11 sampai 16 tahun
c.    Penghela : berumur 17 sampai 20 tahun
d.    Penuntun : berumur 21 sampai 25 tahun
2)    Anggota Pembina adalah mereka yang tugas utamanya memimpin dan atau melatih peserta didik serta mengelola dan atau memimpin Kwartir atau Qabilah. Anggota pembina terdiri dari pelatih, Instruktur, Pemimpin Satuan, dan Pimpinan Kwartir atau Qabilah.
3)    Anggota Kehormatan adalah para pecinta Kepanduan Hizbul Wathan, yang karena usia, kesehatan, atau kesibukan kerja tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepanduan. Anggota Kehormatan terdiri dari:
a.    Pandu Wreda Hizbul Wathan dan Pandu Wreda Nasyiatul ‘Aisyiyah.
b.    Orang yang berjasa dalam pengembangan Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
c.    Simpatisan Kepanduan Hizbul Wathan.
4)    Jenjang organisasi Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan diatur sejajar dengan jenjang organisasi di Persyarikatan Muhammadiyah, sebagai berikut:
a.    Di tingkat PP Muhammadiyah disebut Kwartir Pusat
b.    Di tingkat PW Muhammadiyah disebut Kwartir Wilayah
c.    Di tingkat PD Muhammadiyah disebut Kwartir Daerah
d.    Di tingkat PC Muhammadiyah disebut Kwartir Cabang
e.    Di tingkat PR Muhammadiyah disebut Qabilah

1 komentar:

  1. Jazakumulloh postingannya sangat bermanfaat. Semoga dibalas oleh Alloh dgn pahala berlipat.
    Amien

    BalasHapus